Minggu, 09 Agustus 2020

Sociolla Voucher Code

Hello, everyone! If you are a new soco member and never shop at sociolla before, you can use this voucher code to get 25k off: SBN07596E (with minimum purchase 150k). Copy this SBN07596E and apply when you're doing a checkout. Happy shopping and grab your pretty wishlist!

Don't worry if you aren't signing up yet, you can open this link https://www.soco.id/register/arianipradiptha and regist yourself as a soco member, then shop with that voucher code.

Thank you in advance!
 
 

Sabtu, 07 September 2019

Sinopsis Roman Bumi Manusia



Judul               : Bumi Manusia
Penulis             : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit           : Lentera Dipantara
Tebal Buku     : 551 halaman
Waktu Terbit   : September 2016 (Cetakan 24)

Roman yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer ini mengisahkan tentang suatu bentuk diskriminasi yang dilakukan pemerintah Belanda terhadap penduduk pribumi. Berlatarkan suasana saat Indonesia (dulu Hindia Belanda) dijajah oleh bangsa Belanda, roman ini mampu mengantarkan pembaca untuk dapat berimajinasi atau benar-benar dapat merasa tengah berada di zaman itu ketika membacanya. Tidak hanya terfokus pada satu masalah saja, di dalam roman ini, Pram banyak menceritakan berbagai macam masalah pelik yang dihadapi oleh kaum pribumi di era penjajahan Belanda pada akhir abad ke-19. Lika-liku kehidupan di bumi manusia yang begitu kompleks mampu diceritakan oleh Pram dengan cukup detail sehingga tidak terlalu menyulitkan pembaca untuk dapat memahami makna atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, termasuk bagi pembaca yang belum terbiasa dengan bacaan berat.

Bermula dari ajakan Robert Suurhof, teman Minke di H.B.S., untuk datang ke tempat tinggal seorang gundik bernama Sanikem (yang kemudian dikenal dengan panggilan Nyai Ontosoroh oleh orang-orang) di Boerderij Buitenzorg yang terletak di Wonokromo, Kota Surabaya, Minke bertemu dengan Annelies Mellema, putri dari gundik tersebut. Robert Suurhof dan Minke dapat sampai ke tempat itu tak lain karena Robert Suurhof merupakan teman akrab dari Robert Mellema, kakak kandung Annelies Mellema. Tujuan Suurhof mengajak Minke juga karena ingin menunjukkan bahwa di kediaman seroang Nyai tersebut ada seorang gadis jelita, yang kecantikannya melebihi Sri Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda yang dikagumi dan dipuja-puja oleh Minke karena parasnya yang begitu rupawan. Sejak pertemuan pertama itulah Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Hal itu membuat Robert Suurhof cemburu karena ia sebenarnya telah lebih dulu menyukai Annelies, namun Annelies tampaknya sama sekali tidak menaruh perhatian padanya. Akibat kecemburuannya itu, Robert Suurhof menjadi seseorang yang berusaha menjatuhkan harga diri Minke di kemudian hari.

Minke adalah seorang Pribumi, ia keturunan Jawa. Ayahnya seorang bupati di Kota B (begitulah nama kota disebut dalam roman ini), maka dari itu Minke dapat mengenyam pendidikan di H.B.S. Surabaya. Kesempatan untuk bisa sekolah dimanfaatkan Minke untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Ia begitu mengagumi segala hal tentang Eropa. Suatu hari, Minke diberi tugas untuk menerjemahkan pidato Ayahnya ke dalam bahasa Belanda di acara resepsi pengangkatan Ayahnya sebagai seorang bupati. Banyak yang mengagumi kehebatan Minke tersebut, salah satunya Tuan Asisten Residen B, Herbert de la Croix. Tuan Asisten Residen mengundang Minke untuk berkunjung ke kediamannya. Di sana, Minke bertemu dengan dua orang putri dari Tuan Asisten Residen, Miriam de la Croix dan Sarah de la Croix. Dua perempuan itu juga merupakan siswa H.B.S., mereka adalah senior Minke. Miriam dan Sarah menghujani banyak pertanyaan, Minke berusaha menjawab sesuai dengan pengetahuannya. Selanjutnya, Miriam dan Sarah membangun hubungan baik dengan Minke. Mereka bersahabat dan saling mengirim surat.

Dalam perjalanan dari B ke Surabaya, Minke ternyata dibuntuti oleh orang asing berperawakan gendut. Tiba di stasiun, Minke telah dijemput oleh Annelies dan Darsam. Di tengah perjalanan ke Wonokromo, Darsam menjelaskan bahwa Robert Mellema telah memerintahkan ia untuk membunuh Minke dengan dugaan Robert cemburu atas sikap Mama (Nyai Ontosoroh) yang lebih menyayangi Minke daripada Robert, anaknya sendiri. Untuk itu, Darsam tidak langsung menuju ke Wonokromo, namun mengantarkan Minke ke pondokannya di Kranggan. Annelies dan Mama tidak diberitahu masalah ancaman pembunuhan itu sehingga Minke beralasan bahwa ia harus fokus dalam menyiapkan pelajaran. Ketidakhadiran Minke di Wonokromo ternyata membuat Annelies jatuh sakit. Hal itu membuat Minke segera bergegas menuju tempat tinggal Mama meski diliputi perasaan was-was akan ancaman pembunuhan. Dokter pribadi keluarga Mellema, Dokter Martinet, mengatakan bahwa yang dapat menyembuhkan Annelies adalah Minke. Dengan kehadiran Minke, tentu Annelies dapat pulih kembali dan mampu membantu Mama mengurus perusahaan lagi. Annelies adalah seorang gadis yang dapat diandalkan dalam urusan pekerjaan, meski usianya masih belia. Sifat pekerja keras seperti itu tentu telah diajarkan oleh Mama.

Beberapa hari tinggal di rumah Mama, Minke merasa lega karena ia sama sekali tidak melihat keberadaan Robert Mellema di sana. Rupanya, Robert Mellema telah teracuni oleh dunia plesiran milik Babah Ah Tjong, tetangganya. Ia menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan perempuan sewaan di tempat plesiran itu. Tempat itu pula yang menjadikan suami Mama, Herman Mellema, berubah sikapnya menjadi seperti orang gila. Suatu ketika, si Gendut yang pernah membuntuti Minke menampakkan dirinya di sekitar tempat tinggal Mama. Darsam dan Minke berusaha mengejarnya hingga tiba di rumah plesiran Babah Ah Tjong. Mama dan Annelies ikut mengejar. Mama melarang mereka masuk ke rumah plesiran itu, namun tak digubris. Hingga pada akhirnya, mereka menemukan mayat Herman Mellema tergeletak di sana. Polisi datang untuk mengurus mayat itu. Herman Mellema mati keracunan. Kasus itu dibawa ke pengadilan. Banyak peristiwa tidak mengenakkan menimpa Minke dan Mama selama proses di persidangan berlangsung, bahkan harga diri mereka seperti telah dijatuhkan. Namun, pada akhirnya Babah Ah Tjong mengaku telah bersalah atas kematian Herman Mellema.

Minke sempat dikeluarkan dari H.B.S. karena jalannya persidangan pada kasus kematian Herman Mellema telah banyak menguak aibnya. Minke merasa bahwa seluruh yang ada di H.B.S. telah memusuhinya, kecuali Magda Peters, satu-satunya guru yang ada di pihak Minke. Dalam keadaan terpuruk seperti itu, Minke datang ke tempat Jean Marais, seorang sahabat yang bijaksana. Jean memberikan banyak petuah yang dapat membangkitkan semangat Minke. Sebagai seorang yang gemar menulis, Minke akhirnya membuat tulisan tentang masalah Totok, Indo, dan Pribumi dengan nama pena Max Tollenaar. Tulisan itu rupanya membuat Tuan Direktur H.B.S. menerima kembali Minke sebagai siswa di sekolahnya. Minke mengikuti ujian kelulusan dengan sangat baik, bahkan ia meraih peringkat nomor dua se-Hindia Belanda. Peringkat pertama adalah siswa dari H.B.S. Batavia, yang berarti Minke merupakan peraih peringkat pertama di H.B.S. Surabaya. Untuk merayakan kelulusan para siswa, sekolah mengadakan pesta. Dalam pesta tersebut Minke mengajak Annelies untuk turut hadir menemaninya. Di pesta kelulusan itu pula, Minke mengumumkan bahwa ia akan segera menikah dengan Annelies, seluruh yang ada di H.B.S. diundang untuk meramaikan pernikahan mereka.

Pesta pernikahan Annelies dengan Minke dirayakan dengan begitu meriah. Mama memang akan melakukan segalanya di hari bahagia anaknya itu. Ia ingin semua turut berbahagia melihat putri kesayangannya menikah dengan lelaki yang begitu dicintai. Para pekerja di perusahaan diliburkan, sedang yang tak dapat libur akan diberi upah berkali lipat dari hari-hari biasa. Satu-satunya keluarga Minke yang hadir di pernikahan tersebut hanya Bunda. Bunda tampak sangat senang memiliki menantu secantik Annelies.

Kebahagiaan yang Minke dan Annelies rasakan bersama tidak berlangsung lama. Minke adalah seorang Pribumi, sedangkan Annelies seorang Indo. Perbedaan itu menyebabkan timbulnya masalah terhadap kisah cinta mereka. Annelies diakui hak asuhnya oleh istri sah Herman Mellema di Belanda karena Nyai Ontosoroh hanya seorang gundik yang dianggap tidak memiliki ikatan perkawinan sah dengan Herman Mellema dan tidak memiliki hak asuh atas anak-anak Herman Mellema. Kekayaan perusahaan yang telah dibesarkan oleh Nyai Ontosoroh juga akan direbut. Nyai Ontosoroh beserta Minke berusaha melawan keputusan Pengadilan Putih yang memang memihak orang Belanda. Bahkan pernikahan Annelies dan Minke dianggap tidak sah oleh Pengadilan Belanda karena Annelies masih berada di bawah umur dan tidak ada izin dari wali yang sah, meskipun menurut hukum Islam, pernikahan tersebut adalah sah. Beberapa penduduk pribumi tidak terima dengan perlakuan Pengadilan Belanda tersebut sehingga timbul perlawanan. Namun, pada akhirnya Minke dan Nyai Ontosoroh tak mampu lagi berbuat apa-apa. Annelies yang masih sakit dipaksa untuk berangkat ke Nederland tanpa boleh didampingi Minke maupun Nyai Ontosoroh. Bangsa Eropa yang begitu diagung-agungkan oleh Minke ternyata berbuat begitu semena-menanya terhadap penduduk pribumi, tanpa rasa kemanusiaan dan belas kasih.

Begitu luar biasa Pramoedya Ananta Toer melukiskan kisah dalam roman ini. Meski roman Bumi Manusia ini tergolong tebal, namun tidak membuat saya sebagai pembaca merasa bosan. Rangkaian kisah dituliskan secara detail sehingga tidak membingungkan. Setiap tokoh juga memiliki peran penting masing-masing yang tak hanya muncul sekali/dua kali, membuat pembaca mudah dalam mengingat dan mendalami karakter mereka. Dengan menggunakan latar waktu zaman penjajahan Belanda, pada awalnya saya berpikir akan sulit dalam membangun imajinasi tokoh maupun cerita. Namun, saat membaca roman ini, ternyata mampu membuat saya terhanyut dalam cerita dan benar-benar menikmati jalannya konflik hingga terbawa emosi.

Roman Bumi Manusia secara ukuran memang tebal, namun jangan pernah berpikir untuk tidak dapat selesai membacanya. Sekali terhanyut dalam cerita, pembaca pasti ingin segera mengetahui kelanjutan hingga akhir cerita. Begitu banyak hal yang dapat dipelajari dari buku ini, salah satunya yaitu untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pramoedya Ananta Toer adalah sosok penulis yang hebat, dapat dilihat dari karyanya ini, yang berhasil lahir saat ia dipenjara di Pulau Buru. Pram tak pernah berhenti menulis, meski ia paham betul dengan segala konsekuensi yang akan menimpanya. Sekali lagi, karya-karya Pram layak mendapat apresiasi, salah satunya Bumi Manusia ini.